Wednesday 24 November 2010

"Cause I'm Goo Yong Ha"


Awalnya, saya nekat membeli DVD dengan judul Sungkyunkwan Scandal itu karena termakan strategi sang produser dengan mengikutsertakan si terkenal Yoochun sebagai pemeran utama dalam drama seri itu. Tapi setelah beberapa episode berlalu, saya justru terkesan dengan kehadiran karakter lain, si Yeorim Goo Yong Ha.

Awalnya, saya benar-benar 'ngeblank' cerita apa yang disajikan. Diperparah subtitle bahasa Indonesianya yang membuat saya makin 'ngeblank'. Akhirnya saya menemukan ide 'brilian'. Saya ganti dengan subtitle bahasa Inggris dan "TAARRRAAA!", akhirnya saya mengerti juga.

Latar waktunya dari zaman dulu Korea, Dinasti Joseon, tepatnya saat Raja Yeongjo berkuasa. Tempatnya berkisar di Universitas Sungkyunkwan, tempat aliran konfusianisme dipelajari bagi para mahasiswa calon pejabat ini. Ceritanya tak sesederhana yang saya kira. Banyak fakta sejarah di dalamnya, tentang persaingan di dunia politik masa itu, tepatnya perseteruan antara dua partai, Noron dan Soron, yang sebenarnya sama-sama pecahan dari Partai Seoin.

Dari dulu, yang namanya kekuasaan selalu jadi incaran manusia. Raja tak bisa percaya dengan para menterinya, takut kekuasaannya sewaktu-waktu digulingkan. Para menteri juga tak bisa saling mempercayai, sama-sama saling mengincar kekuasaan. Hierarki sosial yang tak berpihak pada rakyat terbentuk. Saat itu, partai Noron yang mendominasi kancah politik mendapat keuntungan-keuntungan dalam hidup, termasuk di lingkungan Sungkyunkwan. Hanya golongan bangsawan yang dapat mengenyam pendidikan di universitas ini. Kemudahan mendapat pendidikan juga diberikan bagi mereka yang punya uang, pilihannya dapat menyuap pengawas, atau membeli bocoran jawaban, atau menyewa pengganti. Rakyat biasa sulit, apalagi perempuan. Perempuan yang bisa mengembangkan bakatnya hanyalah gisaeng atau wanita penghibur. Bakat itupun bertujuan untuk menambah daya tarik gisaeng dalam 'melayani' para bangsawan ataupun kelas atas.

Nah, apa yang mau dibicarakan di drama ini adalah harmonisasi politik yang dianggap mustahil dengan menampilkan tiga karakter utama yang berbeda latar belakang, Lee Sun Joon dari Noron, Moon Jae Shin dari Soron, dan Kim Yoon Hee alias Kim Yoon Shik dari rakyat biasa yang juga seorang wanita. Selain itu, ada upaya pembentukan Joseon baru yang merupakan proyek dari Raja terdahulu dan ingin dilanjutkan Raja yang sekarang. Dengan kata lain, upaya terhadap pencapaian harapan yang sulit, karena Noron dengan sigap sekaligus diam-diam menentang upaya itu. Tapi yang namanya drama Korea, tetap, yang menonjol adalah tema percintaannya, antara Lee Sun Joon, Kim Yoon Hee, dan Moon Jae Shin.

Lupakan ketiga karakter di atas, yang ingin saya bicarakan di sini adalah karakter ke empat yang juga utama karena gambarnya menghiasi sampul depan. Namanya Goo Yong Ha. Ciri-cirinya: selalu memakai baju dengan warna mencolok dan membawa kipas, selalu terlihat ceria, selalu berada di kejauhan dan mengamati suatu peristiwa, dan yang terakhir, selalu berada di saat tepat nan darurat untuk menyelesaikan permasalahan. Pemberesan masalah yang cantik dan saat ditanya "Kenapa? Kok bisa?", ia menjawab "Cause I'm Goo Yong Ha". Saat dipercaya untuk menyelesaikan permasalahan, lagi-lagi alasannya membawa namanya, "Because you're Goo Yong Ha".

Meski begitu, ia bukanlah sosok yang dengan ajaib mampu menyelesaikan segala permasalahan. Kekhawatiran, kepanikan, dan strategi juga dihadapinya. Namun saat waktunya tiba, ia menghidupkan namanya dengan pengamatannya yang cerdik dan berpikir keras. Masalah yang dihadapinya pun teratasi diiringi dengan senyumannya seraya berkata "Cause I'm Goo Yong Ha"

Sunday 7 November 2010

"Tujuh"


Suatu hari di sebuah bus Jatinangor-DU, sang pengamen sedang asyik mendendangkan lagunya. Saya mengintip sejenak ke dalam bus lalu naik dan segera mencari tempat nyaman yang kosong. Sayang hanya tempat kosong yang tersisa. Dengan ketidaknyamanan karena harus melipat kaki, saya pun duduk. Di depan saya, sebuah keluarga sedang bercanda ria.

Begitu sang sopir bus masuk dan duduk di belakang kemudi, sang pengamen pun sadar diri. Ia berhenti bernyanyi, berpamitan dengan para penumpang, dan mengeluarkan bungkus permen yang sudah lusuh.

Anak kecil di depan saya pun bereaksi.

Anak Kecil: "Ma, duit, Ma!" (seraya menunjuk sang pengamen)
Ibu : (Memberikan sekeping lima ratus rupiah)"Ini berapa?"
Anak Kecil: "Tujuh"

Tawa pun saya tahan menjadi senyuman.