Saturday 12 March 2011

Sikat Gigi

Kira-kira dua bulan lalu, di supermarket di Jakarta, Mama sedang menaruh barang-barang belanjaan dari trolley ke meja kasir. Saya berdiri di belakang trolley, tentunya turut membantu Mama dan sang kasir menghitung berapa barang yang setara dengan kertas yang jumlahnya terus bertambah di layar digital di hadapan kasir.

Kemudian, Mama mengambil sebuah sikat gigi, ia mengamatinya dan bertanya, "Ini sikat gigi kamu?"

Saya mengangguk.

Lalu, Mama mengangkat sikat gigi yang lain seraya berkata, "Yang ini aja, lebih bagus."

"Tapi nggak ada helm-nya," ucap saya.

Mama pun menaruh kedua sikat gigi itu di meja kasir, tak jadi memaksa saya mengambil sikat gigi yang katanya lebih bagus, "Oh, mau yang ada helm-nya."

Akhirnya, saya bawa pulang sikat gigi berhelm itu dan meninggalkan saran Mama untuk memakai sikat gigi yang lebih mahal dan bagus.

Helm jauh lebih menarik untuk saya, karena bisa mencegah kuman-kuman masuk ke sikat gigi.

Kata siapa?

"Kata iklan," ucap saya puas.


gambar oleh:

~lloydh

Tuesday 8 March 2011

Pembenaran

Di sela-sela menyantap mie ayam yang kebanyakan kecap tapi enak, saya berbincang dengan beberapa teman. Topik sederhana. Hanya membicarakan masalah kucing.

Saya bercerita tentang keinginan saya membeli kucing persia. Namun, keinginan itu terpaksa saya urungkan karena hadits yang berhubungan dengan jual-beli kucing saya temukan.

Haditsnya:

diriwayatkan oleh Muslim dari Abu az Zubair berkata,”Aku bertanya kepada Jabir tentang uang dari (hasil penjualan) anjing dan kucing? Dia berkata,”Hal itu telah dilarang oleh Nabi saw.”

Mendengar hadits ini, saya langsung cari tahu lebih dalam lewat bantuan Om Google. Hasilnya saya menemukan kalau ada perbedaan pendapat dengan kucing yang dimaksud di hadits ini. Ada yang bilang kucing yang tidak boleh diperjual-belikan adalah kucing yang tidak mendatangkan manfaat, termasuk kucing persia yang saya idam-idamkan itu. Ada juga yang bilang kucing yang tidak boleh itu kucing hutan, sementara kucing lainnya diperbolehkan.

Saya bingung, tapi akhirnya pilihan saya jatuhkan pada 'tidak jadi beli kucing'. Saya ingat kata-kata teman-teman saya yang lain, "seorang Muslim itu, tingkat kehati-hatiannya tinggi".

Kembali ke tempat saya duduk bersama teman-teman dan mie ayam, saya menyampaikan hadits itu pada salah satu teman saya. Ia pun berkomentar saat saya beri tahu ada yang bilang kucing di hadits itu maksudnya kucing hutan, bukan persia, angora, dan kucing lucu lainnya. Komentarnya, "Nah, yang itu kali yang benar. Kucing hutan doang yang nggak boleh."

Saya tersenyum mendengar komentarnya dan memilih kembali berkonsentrasi pada mie ayam saya. Ah, banyak orang masih mencari pembenaran bukan kebenaran.