Mereka sedang ngomongin saya. "Si saya" ini..."si saya" itu. お母さん ngoceh tak berhenti di jok tengah mobil. お祖母さん, おじさん, ada di kursi depan. Mereka sibuk ngomongin saya. Saya ada di jok belakang, diam saja mendengarkan saya yang disebut-sebut dengan sudut pandang orang ke-3. Ya, padahal saya di situ.
お母さん berhiperbol. お母さん senang mungkin karena kemarin-kemarin saya selalu bisa pindahkan beberapa digit angka ke rekening banknya di saat-saat kritisnya. Meskipun statusnya pinjaman. Tapi di mobil, お母さん abaikan status pinjaman itu. Demi mengangkat pridenya sebagai 母. お母さん bilang (implisit) saya itu orang yang sudah jadi 'orang'. Bisa memberinya tambahan digit di rekeningnya.
Sebagai 娘 yang baik, saya diwajibkan oleh aturan yang datang dari mental illness of this society untuk bisa menjadi komoditi utama. Saat お母さん tak mengungkit-ungkit status pinjamannya, saya yang tadinya sedang menatap kosong tenda pecel lele di jalanan, jadi membuang nafas panjang. Ada karung beras beratus-ratus kg di pundak saya. Sepertinya karena 'pinjaman' itu, tabungan saya harus ludes lagi. Padahal kota itu menanti kedatangan saya di akhir tahun ini. Now, can I go?
Sunday, 25 May 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment