Sunday, 28 February 2010
Pemujaan Zaman Modern
Labels:
a showed path
Seiring dengan adanya internet yang mengalir non-stop selama 24 jam ke laptop, tak bisa dipungkiri kalau kebanyakan waktu yang saya habiskan adalah untuk surfing internet. Kebiasaan buruk memang. Seharusnya masih banyak yang bisa saya lakukan. Tapi kalau dilihat dari sisi lain -seperti yang selalu dosen saya katakan 'selalu lihat sesuatu dari banyak sisi'- saya jadi bisa mengambil banyak hal dari yang namanya dunia maya ini.
Ada hal yang belakangan ini menarik perhatian saya, bahkan selalu muncul di benak saya. Berawal dari virus yang disebarkan teman satu kost, saya jadi punya keyword favorit dalam menjelajahi dunia maya.
KOREA...
Virus ampuh yang mampu mematikan semangat dan gerak dalam aktivitas berguna. Mengkaji ilmu ditinggalkan, menyeru kepada yang benar juga turut ditelantarkan.
Yaah begitulah akhirnya saya terjebak di depan laptop, membuka hal-hal yang berbau korea. Dari perjalanan semu ke Korea inilah, ternyata mata saya dibuat terbuka akan satu hal.
Jika gharizah nau dikedepankan tanpa adanya aturan yang mengikatnya, fatal ternyata akibatnya. Saya menelaah berbagai artikel-artikel para Cassiopeia, Triple S, E.L.F, Primadonna, (nah, nama apa nih?) dan lain-lain. Begitu fanatiknya mereka mengidolakan manusia. Memang saya juga turut terpukau dengan vokal mulus, dance keren, dan apalagi wajah ganteng nan cantik mereka. Tapi semakin menjelajah saya semakin ilfeel. Alhamdulillah saya tidak sampai terperangkap dalam gharizah nau sedemikian parahnya seperti mereka.
Kisah yang baru saya dapat hari ini adalah kisah tentang seorang gitaris dan pianis dari salah satu grup band Korea yang tengah naik daun. Saya menemukan video ketika ia mengikuti sebuah reality show yang mengharuskan ia berkencan dengan seorang perempuan biasa-bukan artis maksudnya. Walhasil, setelah ditelusuri, sehabis penayangan reality show ini, ratusan atau ribuan ancaman melalui internet membanjiri pihak penyelenggara reality show tersebut juga artisnya sendiri. Yang langsung muncul di benak saya saat mengetahuinya adalah 'apakah perempuan biasa itu masih dalam keadaan sehat sekarang?'.
Kisah lain lagi ketika saya melihat video wawancara sebuah boyband Korea yang juga sudah terkenal di Jepang. Saat itu mereka ditanya tentang pengalaman buruk mereka terhadap fans. Pernah seorang gadis menelepon salah seorang personilnya dan mengaku kalau ia adalah adik perempuannya. Personil itu tidak curiga karena gadis itu benar-benar tahu segala hal tentang ia dan keluarganya (saya merinding waktu si artis itu mengatakannya). Sampai kemudian ada sesuatu hal yang membuatnya sadar kalau gadis itu bukan adiknya. Begitu ditanya sang penelepon misterius itu langsung menutup telepon.
Terakhir, kisah dari boyband yang sama. Mereka mengutarakan nasib naas mereka yang harus berpindah-pindah apartemen. Penyebabnya, tak lain tak bukan karena ulah fans mereka yang terlalu ribut. Keributan yang begitu menggila sampai para tetangga akhirnya mengusir artis ini. Dan kejadian ini terus terjadi di setiap apartemen yang mereka coba untuk tinggali.
Ngeri rasanya melihat fans-fans fanatik ini. Apa mereka hanya akan memberikan hidup mereka cuma demi mengagumi artis-artis itu? Lalu, tujuan hidup mereka bagaimana? Banyak juga kasus yang terjadi karena kecemburuan buta para fans, perempuan yang digosipkan dekat dengan si artis bisa terancam nyawanya. Sedemikian besarnya dampak pemujaan mereka sampai bisa terdorong untuk melakukan tindakan anarkis yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan secara universal, apalagi nilai yang benar sebenar-benarnya yang datang dari Sang Pencipta.
Secara logika, hubungan mereka bukan simbiosis mutualisme. Artis jelas butuh fans, mereka bisa dapat uang dari situ. Semakin banyak fans, semakin besar juga bayaran mereka. Tapi kalau fans apa benar butuh artis? Mereka tentunya tidak dapat uang dari sana, malah harus mengeluarkan uang untuk barang-barang yang berhubungan dengan si artis. Mereka juga tetap hidup, kan, kalau seandainya tidak ada artis.
Lantas, kenapa keadaan berbalik jadi seolah-olah fans yang butuh kehadiran artis? Kenapa juga artis merasa kehadiran fans mengganggu mereka? Saya jamin, sebutuh-butuhnya mereka terhadap fans, pasti terbersit keinginan di hati para artis untuk melenyapkan para fans dari kehidupan mereka.
Aneh,kan? Kenyataan yang terbalik dari logika.
Menilik posting saya kali ini, kok, seperti terlalu subjektif. Meskipun kata dosen saya memang tidak ada tulisan yang objektif, tapi kata-kata yang saya gunakan seperti memihak pada artisnya. Seperti itukah? Tidak juga. Saya yakin artis-artis ini akan diminta pertanggungjawabannya kelak sebagai makhluk yang menjadi berhala di zaman modern.
Bagi diri saya yang sedang dalam masa penyembuhan dari keracunan virus Korea, sudah saatnya membuka mata. Di kehidupan nanti tentu saya tak mau dipanggil oleh para artis itu karena ternyata saya termasuk penyembah dan pengikut mereka. Saya juga tak mau ditolak oleh kekasih Allah karena ternyata saya lebih mengidolakan wajah-wajah ganteng artis Korea dibanding mengikuti hal-hal yang dicontohkan Nabi.
Ahh, membayangkannya saja sudah membuat tubuh ini merinding!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment